Senin, 17 Maret 2014

KEJUJURAN DAN PENTINGNYA KEJUJURAN



1.      Pengertian Kejujuran

Kejujuran adalah perhiasan orang berbudi mulia dan orang yang berilmu. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S. an-Nisa: 58). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu menghianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. al-Anfal: 27).

Dari dua ayat tersebut didapat pemahaman bahwa manusia, selain dapat berlaku tidak jujur terhadap dirinya dan orang lain, adakalanya berlaku tidak jujur juga kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud dari ketidakjujuran kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tidak memenuhi perintah mereka. Dengan demikian, sudah jelas bahwa kejujuran dalam memelihara amanah merupakan salah satu perintah Allah dan dipandang sebagai salah satu kebajikan bagi orang yang beriman.
Orang yang mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak orang. Karena orang yang jujur selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang penting. Hal ini disebabkan orang yang memberi kepercayaan tersebut akan merasa aman dan tenang.

Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui, kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan yang jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang diberikan dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut dicontoh kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah perhiasan Rasulullah saw dan orang-orang yang berilmu.




2.      Hadits-hadits tentang kejujuran membawa kepada kebajikan



حَدِيثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ/ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ / إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ/ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ /وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ /حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا /وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ /وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ /وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ /حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا. (أخررجه البخارى فى كتاب الأدب)




Abdullah Ibnu Mas’ud berkata bahwa Nabi SAW bersabda,  ”Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan,  dan kebaikan itu menuntun ke surga,  dan seseorang itu berlaku benar  sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang siddiq (yang sangat jujur dan benar).  Dan dusta menuntun kepada curang,  dan curang itu menuntun ke dalam neraka. Dan seorang yang berdusta  sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta”.(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Tatakrama”)



Penjelasan Hadis dan Ayat Al-Quran yang Berhubungan.

Sebagaimana diterangkan di atas bahwa berbagai kebaikan dan pahala akan diberikan kepada orang yang jujur, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Ia akan dimasukkan ke dalam surga dan mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar. Bahkan dalam Al-Quran dinyatakan bahwa orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertaqwa : “Orang-orang yang dating menyampaikan kebenaran dan melakukannya (kebenaran itu), mereka itulah orang-orang yang taqwa.” (Q.S. Az-Zumar: 33)

Hal itu sangat pantas diterima oleh mereka yang jujur dan dipastikan tidak akan berkhianat kepada siapa saja, baik kepada Allah SWT, sesama manusia, maupun dirinya sendiri. Orang yang jujur akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta mengikuti segala Sunnah Rasulullah SAW, karena hal itu merupakan janjinya kepada Allah ketika mengucapkan kedua kalimah syahadat.

Sebenarnya, Allah SWT telah memperingati kepada hambanya agar berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatan karena setiap orang selalu diawasi dan dicatat segala gerak-geriknya oleh malaikat Rakib dan “Atid. Allah berfirman : “Tiada menyatakan sepatah kata pun, melainkan ada pengawas yang selalu siap mencatat (malaikat Raqid Atid)” (Q.S. Qaf: 18)

Oleh karena itu, setiap orang beriman hendaklah tidak asal bicara apalagi terhadap sesuatu yang belum jelas dan belum ia ketahui kebenarannya secara pasti. Allah SWT berfirman: “Janganlah mengikuti pembicaraan apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Israa’: 36)

Jika seseorang berusaha untuk berkata benar, manfaatnya bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Begitu pun sebaliknya, jika seseorang berkata dusta perbuatannya itu selain merugikan dirinya, juga merugikan orang lain karena tidak akan ada lagi orang yang mempercainya. Padahal kepercayaan merupakan salah satu moal utama dalam menempuh kehidupan di dunia. Tanpa kepercayaan seseorang sulit menemukan kesuksesan, bahkan tidak mustahil hidupnya akan cepat hancur. Hal itu telah digariskan dalam Al-Qur’an: “Sungguh celaka orang-orang yang suka berdusta.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 10)

Dalam hadits lain, Ali bin Abi Thalib berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar yang terlihat bagian luarnya dari dalamnya, dan bagian dalamnya dari luarnya.” Kemudian seorang dusun berdiri dan berkata, “Ya Rasulallah, bagi siapakah kamar-kamar itu?” Rasulullah Saw. menjawab: “Bagi orang yang baik tutur katanya dan suka memberi makan kepada orang lain, terus berpuasa serta shalat di waktu malam ketika orang-orang sedang tidur.” (H.R. Tirmidzi)

”Abu Khalid Hakim bin Hizam ra. ia masuk Islam ketika kota Makkah di buka. Sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik ketika di zaman jahiliyah maupun setelah masuk Islam. Ia menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Dua orang yang berjual beli, hendaknya bebas memilih sebelum mereka berpisah. Jika keduanya jujur & berterus terang di dalam berjual beli, maka keduanya akan mendapatkan berkah. Namun jika keduanya menyembunyikan & dusta, maka jual beli itu tidak akan membawa berkah." (HR. Muttafaq alaih).



3.      Pembagian kejujuran

Berbicara kejujuran (dalam bahasa arab disebut sebagai Ash-Shidqun), kejujuran terbagi menjadi 5 macam, yaitu:

A.    Shidq Al-Qalbi (jujur dalam berniat).

Hati adalah poros anggota badan. Hati adalah barometer kehidupan. Hati adalah sumber dari seluruh gerak langkah manusia. Jika hatinya bersih, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan manfaat. Tapi jika hatinya keruh, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan bencana. Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (H.R. Bukhari).

Itulah hati dan kejujuran yang tertanam dalam hati akan membuahkan ketentraman, sebagaimana firman-Nya,
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (Q.S. Ar-Ra’d : 28)

B.     Shidq Al-Hadits (jujur saat berucap).

Jujur saat berkata adalah harga yang begitu mahal untuk mencapai kepercayaan orang lain. Orang yang dalam hidupnya selalu berkata jujur, maka dirinya akan dipercaya seumur hidup. Tetapi sebaliknya, jika sekali dusta, maka tak akan ada orang yang percaya padanya. Orang yang selalu berkata jujur, bukan hanya akan dihormati oleh manusia, tetapi juga akan dihormati oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab : 70-71)

Hidup dalam naungan kejujuran akan terasa nikmat dibandingkan hidup penuh dengan dusta. Rasulullah Saw. bahkan mengkatagorikan munafik kepada orang-orang yang selalu berkata dusta, sebagaimana sabdanya, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; bila berucap dusta, kala berjanji ingkar dan saat dipercaya khianat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

C.     Shidq Al-’Amal (jujur kala berbuat).

Amal adalah hal terpenting untuk meraih posisi yang paling mulia di surga. Oleh karena itu, kita harus selalu mengikhlaskan setiap amal yang kita lakukan. Dalam berdakwah pun, kita harus menyesuaikan antara ungkapan yang kita sampaikan kepada umat dengan amal yang kita perbuat. Jangan sampai yang kita sampaikan kepada umat tidak sesuai dengan amal yang kita lakukan sebab Allah SWT sangat membenci orang-orang yang banyak berbicara tetapi sedikit beramal.

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)

Jadi, yang harus kita lakukan adalah banyak bicara dan juga beramal agar kita bisa meraih kenikmatan surga.

D.    Shidq Al-Wa’d (jujur bila berjanji).

Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl  91 “…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa : 34)



E.     Shidq Al-Haal (jujur dalam kenyataan).

Orang mukmin hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak hidup berada di bawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri. Dengan bahasa yang sederhana, Rasulullah Saw. mengingatkan kita dengan ungkapan, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu.” (H.R. Muslim). Dari ungkapan ini, Rasulullah Saw. menganjurkan kepada umatnya untuk selalu hidup di atas kenyataan dan bukan hidup dalam dunia yang semu.
4.      Pentingnya kejujuran
Tanamkan Sifat Jujur Dalam Kehidupan

Allah s.w.t telah memerintahkan kepada semua hambanya supaya menanam sifat jujur di dalam diri masing-masing dengan menjadikan Rasulullah s.a.w sebagai “role model”. Seperti mana yang kita sedia maklum, para nabi dan rasul sentiasa berlaku jujur dan berkata benar sesuai dengan tugas mereka untuk menyampaikan dakwah kepada seluruh umat manusia.

Bersifat jujur kepada Allah dan rasul merupakan perkara yang paling utama untuk memperoleh keberkatan hidup di dunia dan akhirat. Jujur kepada Allah dan Rasul bermaksud mereka beriman kepada Allah dan Rasul dengan sebenar-benar iman.Segala amal kebajikan dan ibadah mereka adalah ikhlas kerana Allah Taala. Orang yang jujur kepada Allah dan rasul lazimnya berasa malu untuk meninggalkan perintah Allah serta melakukan kemungkaran. Seperti sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud : “Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatnya. Dan ingatlah sekiranya kamu tidak melihatnya, Dia pasti melihat kamu.” (Riwayat Muslim).

Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah, “Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Isra’: 80)

Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik. “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. asy-Syu’ara’: 84)

Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 177)

Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan.

Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua: mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah, “(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr: 8)

Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah, “Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)

Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)

Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu A’lam

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. az-Zumar: 32-35)





Kamis, 30 Januari 2014


PESAN RASULULLAH SAW UNTUK BERTAQWA
 


عَنْ أبي ذر جُنْدُب بنِ جُنادَةَ وأَبِيْ عَبْدِ الرحمانِ معاذِ بنِ جبلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا، عَنْ رسولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ :
اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأتْبعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ .
رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ، وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ



Dari Abu Zarr, yaitu Jundub Ibn Junadah dan Abu Abdur Rahman yaitu Mu'az Ibn Jabal ra dari Rasulullah saw. bersabda: Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan karena kebaikan dapat menghapus keburukan, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.
(Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan)

Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 1910; Ahmad, hadis no. 20392, 20435 dan 20556; al-Darimi, hadis no. 2671.



Sumber : http://hadisrs.pusatkajianhadis.com/id/index.php/kajian/tema/240/bertaqwalah-kepada-allah-di-mana-saja-kamu-berada